Bella
Fatmala, remaja berumur 18 tahun ini memiliki pengalaman yang sangat
mengesankan. Dia dapat menghabiskan waktunya di Jepang selama satu minggu,
tanpa sepeser uangpun keluar dari kantongnya.
Awalnya ia bersama kedua temannya mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba
debat Bahasa Inggris, yang akhirnya meraih peringkat ke-2 sekabupaten.
Keahliannya dalam berbahasa Inggris dan kepiawaiannya menari serta menyinden,
merupakan modal utama dipilihnya untuk mewakili DIY ke Jepang. “Enggak nyangka bisa
jadi salah satu dari tiga perwakilan DIY”
Dia tidak
sendiri, dia berangkat bersama teman-teman barunya, dari seluruh perwakilan
Indonesia. Dalam acara JENESYS2.0 (Japan ASEAN Oceanian Student and Youth
Exchange) ini dia bersama teman-teman lainnya memperkenalkan budaya Indonesia
dengan menari Sajojo. Ia mengaku sangat bahagia dapat berkunjung ke Jepang
berkat prestasi yang dimilikinya. Ibunya yang sehari-hari berjualan jamu,
mengaku sangat bangga dengan Bella.
Karna
pengalamannya ini, dia memiliki teman baru dari beberapa negara. Tak hanya itu,
ia mengetahui secara langsung budaya orang Jepang, mengetahui ibadah agama
Sinto, merasakan makanan khas Jepang, dan masih banyak lagi. Siswi kelas 3 di
SMK 2 Depok/STM Pembangunan Yogyakarta ini mengatakan bahwa pengalaman yang
paling mengasyikkan adalah saat berjalan-jalan malam di kota Tokyo. Sedikit
oleh-oleh dibelinya untuk teman-teman dan gurunya. “Disana mahal-mahal,
orangtua nggak minta oleh-oleh, jadi nggak beliin buat mereka. Hehehe”
ungkapnya.
Apel
pagi setiap harinya serta latihan fisik setiap hari Rabu dan Kamis, menjadi
agenda yang tak boleh dilewatkan. Jalan jongkok serta berlari keliling kompleks
sekolah menjadi hal yang biasa baginya. Ketertiban dan ketertiban harus selalu
dilaksanakannya. “Disana peraturannya ketat, semua ada sanksinya” katanya. Tak
jarang ia melihat temannya dihukum push up karna menggunakan sepatu yang tidak
disemir.
Untuk
meraih cita-citanya sebagai seorang pelaut profesiona, berbagai sertifikat
harus didapatkannya. Di tingkat dua ini, dia harus mendapat sertifikat simulator.
Sertifikat praktek laut juga harus dimilikinya, dan masih banyak sertifikat
lainnya yang harus dimiliki. Seluruh sertifikat yang dia miliki sejak sekarang,
merupakan syarat untuk dapat berlayar
Nilam Ayu Wulansari, remaja berumur 17
tahun yang memiliki bakat menari. Untuk mengembangkan bakat menarinya, dia
melanjutkan pendidikan di SMKI Yogyakarta. Mengambil jurusan tari tentunya.
Dengan berbagai tes yang dilalui, akhirnya dia dinyatakan lolos dan menjadi
siswi SMKI. Berbagai pengalaman ia miliki, mulai dari lomba menari hingga ikut
meramaiakan beberapa acara, salah satunya adalah Ulang Tahun kota Madiun.
Selain
belajar menari di sekolah, ia juga bergabung di sanggar Tari Bali yang berada
di Kota Gede. Dengan bakat yang ia miliki, berbagai job sering didapatkan, di
dalam maupun luar kota. Ia mengaku sangat senang apabila mendapat job.
Pengalaman yang diperoleh serta beberapa uang yang di dapatnya menjadi alasan
utamanya.
Pengalaman
lucu juga pernah didapatnya. Saat itu ia tampil di Borobudur, karna
terburu-buru ia lupa memeriksa kembali properti yang akan digunakannya.
Ternyata tanpa disangka topeng yang akan digunakannya hanya memiliki satu tali.
Kepanikan terjadi saat pertengahan perfom, karna saat itulah ia baru menyadari
akan hal ini. Topeng yang seharusnya dipakai, dengan spontan dileparnya,
sehingga menimbulkan suara yang lumayan keras. “Penonton kelihatan sangat
bingung, aku jadi malu” katanya. Tak disangka, remaja yang sangat hobby menari tari
angguk ini memiliki cita-cita sebagai pramugari.
Candra Bayu Sulistiyo, remaja berusia 16 tahun ini memiliki hobby sepak bola sejak kecil. Sejak duduk di kelas 4 SD, dia bergabung dengan club SSB Mas yang berada di Yogyakarta. Berbagai perlombaan sepak bola diikutinya. Dia dan timnya pernah menjuarai lomba antar club sepak bola di Yogyakarta, dan hasilnya sangat memuaskan, juara 1 diraihnya. Karna kemenangan timnya itu, mereka mendapat kesempatan mengikuti lomba tingkat Nasional di Jakarta. Lomba kali ini tidak menghasilkan hasil yang memuaskan. Dia dan timnya pun harus kembali ke Yogyakarta tanpa membawa meraih gelar juara. “Seneng bisa ikut lomba-lomba, kan kalo menang kadang-kadang dapet tas, sepatu, sama kaos kaki, lumayan semuanya bermerek, dapet uang juga. Hehe”
Setelah
lulus dari SMP ia sudah tidak lagi bergabung dengan SSB Mas. Ia berusaha keras
agar dapat melanjutkan ke sekolah yang diimpikannya, SMA N 1 Sewon. Lari-lari
dengan jarak yang tidak dekat selalu dia lakukan saat sore hari. Akhirnya
segala usaha yang di lakukannya itu berbuah manis. Ia diterima menjadi siswa
SMA N 1 Sewon setelah mengikuti berbagai macam tes. Sekolah itu memiliki kelas
khusus olahraga (KKO) sehingga apabila dia dapat menjadi siswa di sekolah ini
pastilah akan lebih mendukung hobby sepak bolanya itu.
Namun,
keinginannya untuk masuk di kelas sepak bola harus dikuburnya dalam-dalam, ini
dikarenakan berat badannya yang kurang ideal dengan tinggi badannya. Dan diapun
memilih untuk mengambil kelas volly. Dia mengaku kemampuannya dalam olahraga
volly sangat jauh dibawah teman-temannya. Namun, dia tak pernah menyerah untuk
mengejar ketertinggalannya itu.
Linda Puspita Arum Sari, remaja berumur
18 tahun ini kini duduk di bangku kelas 2 SMK Muhammadiyah 2 Moyudan. Sejak
beberapa bulan lalu, ia selalu menghabiskan waktunya di rumah. Sehabis pulang
sekolah, ia tetap dirumah untuk membantu pekerjaan orangtua dan mengasuh
adiknya yang berumur jauh dibawahnya. Ia jarang sekali menghabiskan waktunya
untuk keluar rumah.
Beberapa
bulan yang lalu, saat hari hampir petang, ayahnya berbaring ditempat tidur. Berbeda
seperti biasanya, pandangan ayahnya kosong. Dia hanya diam seperti memendam
banyak pikiran. Kejadian ini pun membuat keluarga ini sangat bingung. Untung
saja, tetangganya menawari bantuan untuk mengantarkan ayah Linda menuju Rumah
Sakit.
Beberapa
hari kemudian, hasil lab dari tes darah yang di lakukan menyatakan bahwa
ayahnyan terkena gagal ginjal. Sejak itu ayahnya rutin cuci darah dan kini
selalu melakukan cuci darah sebanyak dua kali dalam seminggu. Lama kelamaan
kondisi ayahnya terus melemah. Badannya menjadi kurus, mudah sesak nafas, mudah
marah, dan mudah merasa pusing. Karna itulah kini ayahnya tidak lagi bekerja
dan hanya ibunya yang bekerja sebagai penjual sayur keliling.
Karna
hal ini Linda ingin cepat bekerja untuk membantu ekonomi keluarga dan tidak
terfikir di benaknya untuk melanjutkan keperguruan tinggi. Memang biyaya cuci
darah telah ditanggung BPJS namun, oksigen yang harus dibeli kurang lebih
seminggu sekali dengan uang sendiri, dan menu makanan ayahnya yang tidak bisa
sembarangan, menghabiskan biyaya yang tidak sedikit. Ditambah lagi dengan
biyaya sehari-hari keluarga ini. Harapan Linda hanya satu, ia hanya ingin
ayahnya sembuh kembali lagi seperti sediakala.
0 komentar: